[Al Islam 617] Kasus pembunuhan di Bojong Gede, Depok, Jabar
pada Rabu (18/7/2012) dini hari terhadap Jordan Raturomon (50) dan anaknya,
Edward Raturomon (20) terungkap. Salah satu pelakunya adalah A, seorang remaja
berusia 14 th. Kasus ini melengkapi empat kasus pembunuhan lain oleh remaja
dalam tiga bulan terakhir.
Kriminalitas oleh Remaja Terus Meningkat
Beberapa tahun terakhir ini, masalah kenakalan
dan kriminalitas remaja terus meningkat baik jumlah maupun kualitasnya.
Kenakalan remaja saat ini makin mengarah pada tindakan kriminal seperti
pencurian, pemerkosaan, penggunaan narkoba, bahkan pembunuhan.
Data Profil Kriminalitas Remaja 2010 oleh BPS
mengungkapkan bahwa selama tahun 2007 tercatat sekitar 3.100 orang pelaku
remaja berusia 18 tahun atau kurang. Jumlah itu meningkat pada tahun 2008
menjadi 3.300 pelaku dan menjadi 4.200 pelaku pada 2009. Hasil analisis data
yang bersumber dari berkas laporan penelitian kemasyarakatan Bapas
mengungkapkan bahwa 60,0 % dari mereka adalah remaja putus sekolah; dan 67,5
persen masih berusia 16 dan 17 tahun. Sebesar 81,5 % mereka berasal dari
keluarga yang kurang/tidak mampu secara ekonomi. Sejalan dengan kondisi
tersebut, tindak pidana yang dilakukan remaja itu umumnya adalah tindak
pencurian (60,0 %) dengan alasan faktor ekonomi sebesar 46,0 % remaja (lihat,
BPS, Profil Kriminalitas Remaja 2010).
Sementara itu ketua Komisi Perlindungan Anak
Aris Merdeka Sirait mengungkapkan, saat ini setidaknya terdapat sekitar 7.000
lebih anak yang mendekam di penjara. Ada empat kasus yang kebanyakan melibatkan
mereka, yaitu narkotika, pelecehan seksual, pencurian dan pembunuhan. Untuk
kasus pembunuhan sendiri, terdapat 12 kasus sepanjang tahun 2012.
Mengurai Sebab
Menurut para ahli, kenakalan dan kriminalitas
remaja bukanlah hasil dari faktor tunggal. Kenakalan dan kriminalitas remaja
dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi, baik faktor internal
maupun eksternal.
Faktor internal yaitu faktor diri remaja itu
sendiri, yang terpenting yaitu kontrol diri yang lemah dan kesalahan konsep
diri. Kontrol diri yang lemah terjadi karena lemahnya keimanan dan akidah
sehingga lebih dikuasai oleh hawa nafsu dan bisikan setan. Disamping juga
karena kurangnya pemahaman tentang mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk
beserta konsekuensinya di dunia apalagi di akhirat. Atau kalaupun punya
pengetahuan tentang baik dan buruk, sekedar pengetahuan tanpa diyakini dan
menjadi pemahaman, disamping tidak dibiasakan sejak dini menjadikannya sebagai
pedoman.
Sementara konsep diri yang salah muncul karena
remaja itu tidak paham jatidirinya, orientasi hidupnya dan tidak punya
pandangan hidup yang jelas. Lebih parah lagi jika memang remaja itu memiliki
kepribadian yang kacau bahkan rusak.
Dua faktor internal itu sebenarnya adalah
hasil bentukan dari faktor eksternal, yakni faktor keluarga terutama orang tua,
pendidikan, lingkungan bahkan negara dan penerapan sistem oleh negara.
Faktor keluarga terutama orang tua, sangat
mempengaruhi corak perilaku dan kepribadian remaja. Rendahnya pendidikan agama,
kosongnya contoh dan teladan di keluarga, pola komunikasi yang lebih diwarnai
bentakan dan miskin aspek persuasi pemberian pemahaman dan argumentasi tentang
baik-buruk, benar-salah, boleh dan tidak boleh, berpengaruh besar bagi
munculnya kenakalan remaja.
Dalam banyak kasus, masalah kemiskinan menjadi
salah satu faktor utama. Akibat kemiskinan, perhatian dan waktu orang tua lebih
banyak terkuras mencari nafkah. Anak jadi kurang diperhatikan. Karena
kemiskinan pula, orang tua tidak mendapatkan pendidikan yang memadai termasuk
pendidikan agama, dan pengetahuan tentang anak dan mendidik anak. Akibatnya
anak tidak mendapat pendidikan semestinya. Karena kemiskinan pula anak dan
remaja tidak bisa mengakses pendidikan. Dari data profil kriminaitas remaja
2010 oleh BPS di atas dan berbagai kasus termasuk kasus yang melibatkan A di
Bojonggede itu membuktikan hal itu. Kemiskinan bahkan menjadi semacam simpul bagi
problem dan faktor lainnya.
Sementara itu sistem dan gaya hidup
kapitalisme membuat orang tua berubah menjadi mesin-mesin produksi kapitalisme.
Sebagian besar waktunya, bahkan hampir total, untuk bekerja dan menyelesaikan
tuntutan kerja. Anak tidak mendapat perhatian, bimbingan dan kasih sayang dari
orang tuanya. Diperparah lagi dengan anggapan bahwa bagi anak sudah cukup jika
tercukup segala kebutuhan materinya.
Karena kemiskinan, anak tidak bisa mendapat
akses ke pendidikan dan terpaksa putus sekolah. Setelah itu, anak terjun
menjadi pekerja informal bahkan anak jalanan yang rawan dengan kenakalan dan
kriminalitas. Jika pun bisa mengakses pendidikan, harus diakui bahwa pendidikan
yang ada lebih hanya sekedar transfer pengetahuan dan nihil aspek pembentukan
kepribadian islami. Kalaupun pendidikan agama diajarkan, toh hanya
dua jam/minggu dan hanya berupa transfer pengetahuan, tidak sampai menjadi
pemahaman apalagi menjadikannya pedoman sehari-hari.
Lebih buruk lagi jika lingkungan remaja itu
tidak kondusif bagi pembentukan perilaku dan kepribadian yang baik baginya.
Pengaruh lingkungan dan teman ini sangat besar. Bahkan Rasul saw pernah
berpesan bahwa “seseorang itu bersama (dipengaruhi) agama (perilaku dan
kebiasaan) temannya“.
Semua faktor itu pada akhirnya sangat
dipengaruhi dan ditentukan oleh negara dan sistem yang diterapkan oleh negara
yaitu sistem kapitalisme. Kemiskinan yang ada di tengah masyarakat, lebih
merupakan kemiskinan struktural akibat dari penerapan sistem. Sistem
kapitalisme gagal mendistribusikan kekayaan negeri ini secara adil dan merata
pada semua rakyat. Kekayaan hanya terkonsentrasi pada segelintir orang bahkan
mengalir kepada asing. Atas dasar ajaran ideologi kapitalisme pula, negara
meminimalkan peran dalam mengurusi kepentingan masyarakat secara langsung dan
lebih banyak diserahkan kepada swasta dan mengikuti mekanisme pasar. Pendidikan
jadi makin mahal tak terjangkau bagi rakyat miskin. Gaya hidup hedonisme terus
dipropagandakan. Konten yang bisa berpengaruh langsung maupun tak langsung pada
perilaku buruk seperti tayangan dan konten kekerasan, pergaulan bebas, dsb,
atas nama kekebasan tidak boleh dibendung. Walhasil, semua faktor itu berujung
pada penerapan sistem kapitalisme dan itulah sesungguhnya faktor mendasar dari
berbagai kenakalan dan kriminalitas remaja yang terjadi di negeri ini.
Penerapan Syariah Solusinya
Problem kenakalan dan kriminalitas remaja
hanya bisa diatas secara terpadu dari segala aspek. Yang bisa menjamin
terwujudnya hal itu hanyalah penerapan syariah Islam secara utuh dan total.
Islam berbeda dengan kapitalisme yang
menyerahkan pendistribusian harta kepada mekanisme harga. Islam memberikan
semua hukum-hukum ekonomi dalam rangka pendistribusian harta secara adil pada
semua rakyat. Harta tidak akan terkonsentrasi pada segelintir orang seperti
dalam kapitalisme. Dengan itu kesejahteraan pun bisa dirasakan oleh semua.
Disamping itu, syariah Islam mewajibkan negara
untuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok individu yaitu pangan, papan
dan sandang. Negara memenuhinya melalui mekanisme ekonomi dan non ekonomi
seperti yang diatur oleh syariah Islam.
Negara pun wajib memenuhi kebutuhan asasi
masyarakat yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan, secara langsung dan bebas
biaya. Biaya untuk itu bisa berasal dari harta milik negara dan harta milik
umum yang oleh syariah ditetapkan harus dikelola oleh negara, mewakili rakyat,
dan semua hasilnya semuanya dikembalikan kepada rakyat.
Pendidikan yang harus disediakan oleh negara
untuk seluruh rakyat tanpa kecuali itu dijalankan berdasarkan sistem pendidikan
yang menitikberatkan pada pembentukan kepribadian islami dan pemberian bekal
untuk mengaruhi kehidupan. Pendidikan itu terbuka untuk orang miskin dan kaya.
Pendidikan membentuk kepribadian islami itu bukan hanya dilakukan melalui
jenjang sekolah tetapi juga memanfaatkan semua sarana pendidikan yang ada
termasuk masjid-masjid yang tersebar di seluruh negeri. Dengan semua itu maka
banyak faktor timbulnya kenakalan dan kriminalitas remaja bisa diselesaikan.
Melengkapi hal itu, Islam juga memerintahkan
orang tua untuk mendidik anak dan membentenginya dari api neraka. Dan itu
artinya membentengi anak dari kenakalan dan kriminalitas remaja. Allah SWT
berfirman:
] يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا …[
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka ... (QS at-Tahrim [66]: 6)
Untuk melaksanakan itu, orang tua bisa
mendapatkan bekalnya dari pendidikan formal dan non formal yang aksesnya
terbuka luas untuk semua. Orang tua pun sudah terbantu oleh pendidikan anak di
jenjang pendidikan yang diberikan oleh negara secara gratis dan berkualitas.
Jika dengan semua itu masih ada kenakalan dan
kriminalitas remaja, maka benteng terakhir adalah penerapan sistem sanksi dan
pidana (‘uqubat) Islam. Hukum-hukum ‘uqubat Islam selain berfungsi sebagai
penebus (jawabir) juga sebagai pencegah (zawajir) yang bisa
memberikan efek jera dan cegah yang membuat siapapun berpikir ribuan kali untuk
berani melakukan kejahatan.
Wahai Kaum Muslim
Makin meningkatnya kenakalan dan kriminalitas
remaja saat ini, semestinya menyadarkan kita bahwa sistem kapitalisme yang
diterapkan saat ini telah gagal. Hal itu makin mengokohkan keyakinan kita bahwa
hanya Syariah Islam lah yang bisa mengatasi problem itu. Karena itu saatnya
kita gandakan komitmen, usaha dan perjuangan untuk menerapkan Syariah Islam
secara utuh dan total dalam bingkai Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Wallâh
a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar Al Islam
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
memerintahkan menteri dan pejabat terkait untuk mengatasi kelangkaan pasokan
kedelai.(Kompas.com, 24/7)
1. Itu terjadi
karena tergantung pada impor. Tahu dan tempe yang menjadi sumber protein banyak
rakyat kecil negeri ini pun ternyata tergantung impor.
2. Sungguh
ironis, negeri ini tanahnya subur dan terdapat jutaan hektar lahan tidur, tapi
banyak produk pertanian tergantung impor. Jelas ada yang salah dalam politik
pertanian negeri ini.
3. Saatnya kita
kembali kepada politik pertanian sesuai Syariah Islam, niscaya petani bisa
sejahtera dan pasokan pangan terjamin.
0 comments:
Post a Comment